Kamis, 23 Oktober 2014

Kata-Kata Bijak Islami



Selamat berjumpa kembali pengunjung setia blog  semoga  artikel kami  ini berkenan dihati para pengunjung setia kali ini kami menampilkan beberapa kata-kata bijak Islami yang kami ambil dari Al-Qur'an ,dari al hadist dan kata kata bijak alim ulama sebagai berikut :

  
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal.  Al Qur'an (QS.3:160)

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Al Qur'an (QS.2:277)

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Al Qur'an  (QS.2:245)

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Al Qur'an (QS.2:216)

Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. Al Qur'an (QS.2:212)

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. Al Qur'an (QS.2:45),

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al Qur'an (QS.16:18),

Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusah-payahan dalam mencari nafkah.  HR. Ath-Thabrani.

Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia.  (HR. Ad-Dailami).

Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli.  (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri.  (HR. Bukhari).

Sesungguhnya Allah Ta’ala senang melihat hambaNya bersusah payah (lelah) dalam mencari rezeki yang halal.  (HR. Ad-Dailami).

Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. — (HR. Ahmad)

“Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya, niscaya terputuslah rezeki daripadanya”. (HR. Al-Hakim dan ad-Dailami).

“Sesungguhnya Allah mengampuni beberapa perilaku umatku, yakni  (karena) keliru, lupa dan terpaksa”. (HR. Ibnu Majah).

“Barangsiapa masuk surga, ia bersenang-senang dan tidak bersedih, pakaiannya tidak usang dan kemudahannya tidak lenyap. (HR. Muslim)”

“Dosa itu segala sesuatu yang menggelisahkan perasaanmu dan yang engkau tidak suka bila dilihat orang lain”. (HR. Muslim)

“Ya Allah,perbaikilah agamaku yang merupakan sandaran segala urusanku.Dan perbaikilah urusan duniaku yang merupakan tempat tinggalku,dan perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku..dan jadikanlah kehidupanku sebagai tambahan bagi kebaikanku dan kematianku sebagai tempat istirahat dari segala kejelekanku”. (HR Muslim)

“Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya. (HR. Muslim)”


“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba, janganlah tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu.”(Umar bin Khattab)


“Orang yang sempurna imannya tidak akan meninggalkan suatu amalan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Allah sekalipun terdapat ribuan alasan untuk meninggalkannya. (Sayyid Abdullah Al-Haddad)”

“Janganlah membuatmu putus asa dalam mengulang-ulang doa, ketika Allah menunda ijabah doa itu. Dialah yang menjamin ijabah doa itu menurut pilihan-Nya padamu, bukan menurut pilihan seleramu. Kelak pada waktu yang dikehendaki-Nya, bukan menurut waktu yang engkau kehendaki. (Ibnu Atha’ilah)”

“Barangsiapa memperbaiki hubungannya dengan Allah, niscaya Allah akan memperbaiki hubungannya dengan sesama manusia. (Sufyan bin Uyainah)”

“Apa yang Allah pilihkan bagi hamba-Nya yang beriman adalah pilihan terbaik, meski tampak sulit, berat, atau memerlukan pengorbanan harta, kedudukan, jabatan, keluarga, anak, atau bahkan lenyapnya dunia dan seisinya. (Abdullah Azzam)”

“Barang siapa tidak dicoba dengan bencana atau kesusahan, maka tidak ada sebuah kebahagiaan pun disisi Allah.(Adh-Dhahhak)”



Demikian yang bisa kami tuliskan mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Selasa, 01 Oktober 2013

Hakikat Hidup di Dunia adalah seperti Musafir




Dari Ibnu Umar radhiallohu ‘anhuma beliau berkata: “Rosulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori).
Palingkan hatimu pada apa saja yang kau cintai
Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu
Yaitu Allah Jalla wa ‘ala
Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang
Dan selamanya kerinduannya hanya pada tempat tinggalnya yang semula Yaitu surga.

Demikianlah, hal ini menjadikan hati senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Allah Jalla wa ‘ala. Yaitu orang yang hati mereka senantiasa bergantung pada Allah, baik dalam kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan. Hati mereka pun selalu terkait dengan negeri yang penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Mereka mengetahui surga tersebut seakan-akan berada di depan mata mereka. Mereka berada di dunia seperti orang asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang. Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah keluarganya. Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.

Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh yang hidup selama 1000 tahun dan berdakwah pada kaumnya selama 950 tahun,
“Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun” (QS Al Ankabut: 14).

Kemudian zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.

Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya. Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya. Jika Allah memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat. Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu. Semoga Allah menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.

Dikutip dari : http://kisahislami.com
Gambar diambil dari : http://penulis165.esq-news.com

Kisah Manusia Penghuni Langit



Assalamu'alaikum wr. wb.

Selamat malam sahabat,
Ketahuilah bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa ada seseorang yang akan menjadi penghuni langit. Siapakah beliau yang memiliki keistimewaan tersebut.

Karena begitu taat dan rasa sayangnya kepada ibundanya, laki-laki yang satu ini divonis oleh Utusan Allah SWT sebagai penghuni langitu sehingga banyak para sahabat yang meminta didoakan olehnya.

Kisahnya
Dialah Uwais Al Qarni.
Beliau adalah seorang pemuda miskin yang tinggal di Yaman bersama ibunya yang sudah tua renta, lumpuh dan buta. Uwais tinggal dengan ibunya karena beliau tidak mempunyai lagi ahli keluarga. Beliau senantiasa merwat ibunya dengan penuh ketulusan dan kasih sayang serta mematuhi seluruh perintah ibunya.

Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, beliau bekerja menggembala kambing dan unta milik orang lain serta mendapatkan upah dari pekerjaan tersebut. Walaupun upah yang diterimanya hanya cukup untuk kebutuhan dirinya dan ibunya, namun ia tetap sabar dan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas apa yang dianugrahkan kepadanya.

Apabila beliau mendapatkan upah yang berlebih, ia tak lupa untuk berbagi dengan orang-orang yang tidak mampu.
Merawat Ibunya
Uwais juga dikenal sebagai sosok yang ahli ibadah.
Dia selalu berpuasa di siang hari dan pada malam harinya ia selalu bermunajat kepada Allah SWT untuk memohon petunjuk dan beristighfar. Meski demikian, pemuda yang hidup semasa dengan Rasulullah SAW ini memiliki kecintaan yang sangat luar biasa kepada Rasulullah.

Ia selalu merasa bersedih hati jika mendengar orang-orang yang bercerita tentang pertemuan mereka dengan Baginda Rasul, karena memang dia belum pernah berjumpa sekalipun dengan Nabinya tersebut.

Rasa rindu Uwais untuk bertemu dengan Nabi Muhammad SAW semakin lama semakin dalam. Beliau ingin sekali memandang wajah Rasulullah SAW dari dekat serta ingin mendengar suaranya. Namun, kecintaannya kepada ibunya juga sangat luar biasa, ia merasa tidak tega untuk meninggalkan ibunyaq untuk bertemu dengan Nabi.

Di luar dugaan, si Ibu yang sebenarnya mengetahui cintanya kepada Baginda Nabi, tiba-tiba saja angkat bicara.
"Wahai Uwais anak ibu, Pergilah engkau menemui Rasulullah SAW di rumahnya. Setelah berjumpa, segeralah engkau pulang," kata Ibu Uwais.

Mendengar pernyataan ibunya tersebut, Uwais merasa sangat gembira luar biasa dan ia pun segera berkemas, mempersiapkan dirinya untuk pergi ke Madinah menemui Rasulullah SAW. Namun, ia tak lupa menyiapkan segala keperluan ibunya selama ia pergi ke Madinah. Ia selalu berpesan kepada orang-orang terdekatnya agar menjenguk ibunya sepeninggal Uwais ke Madinah.
Menemui Rasulullah SAW
Setelah menempuh perjalanan yang sangat jauh, Uwais pun akhirnya tiba di Madinah dan ia pun langsung menuju rumah Rasulullah SAW.
Selepas mengucapkan salam, pintu rumah Nabi pun terbuka, namun yang beliau temui hanya Aisyah, sedangkan Rasulullah SAW ketika itu sedang berada di medan perang.

Uwais pun langsung merasa kecewa karena ia ingin segera bertemu Nabi dan segera pulang sebagaiman pesan ibunya.
Akhirnya ia pun memilih untuk segera pulang dan menitipkan pesan untuk Nabi kepada Aisyah.

Setelah perang usai, Rasulullah SAW kembali pulang ke Madinah dan ia langsung bertanya kepada Aisyah mengenai orang yang mencari beliau.
Belum sempat Aisyah menjawab, Nabi pun bersabda,
"Uwais anak yang taat kepada ibunya, dia adalah penghuni langit."
Aisyah pun sangat kaget dengan penuturan Nabi, karena Rasulullah rupanya sudah mengetahui siapa tamu yang ingin bertemu dengannya jauh-jauh hari.

Para sahabat tertegun, kemudian Nabi Muhammad SAW meneruskan keterangannya mengenai Uwais yang menjadi salah satu orang yang menghuni langit kepada orang orang-orang yang hadir di situ.
Baginda Nabi bersabda,
"Jika kamu ingin erjumpa dengan dia, perhatikanlah dia memiliki tanda puith di telapak tangannya."

Nabi juga berpesan kepada para sahabat,
"Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mohonlah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi."

Selepas Rasulullah SAW wafat, Umar dan Ali ra akhirnya bisa berjumpa dengan Uwais. Kemudia mereka berdua memohon doa dan istighfar dari Uwais. Umar juga berjanji untuk menyumbangkan uang dari Baitul Mal kepada Uwais.
Namun dengan bijaksana Uwais berkata,
"Hamba mohon, supaya hari ini saja hamba diketahui oleh orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui oleh orang lagi."

Apakah Uwais adalah seorang Malaikat?
Ataukah beliau adalah Malaikat yang menyamar menjadi manusia untuk merawat seorang Ibu?
Apakah Uwais memang hanya manusia biasa?
Wallahu A'lam.

Karena Sabda Nabi, pasti benar adanya.
Uwais bukan orang bumi, dia penghuni langit. Selain itu, pertemuannya dengan Umar dan Ali juga menjadi tanya tanya besar karena pertemuan mereka disuruh untuk merahasikan dan Uwais tidak ingin dilihat orang setelah itu.
Subahanallah....

Semoga kisah sahabat Uwais ini bisa menjadi cambuk buat kita semua agar senantiasa berbakti kepada ibu, ibu yang melahirkan kita dengan susah payah.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

sumber gambar: http://www.jazakallah.in/tag/mother/
Dikutip dari : http://kisahislamiah.blogspot.com

Garam Dan Telaga



      Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..”, ujar Pak tua itu.
“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah kesamping.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi,
 “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.

Malaikat Di Warung Kopi



By. Moeflich Hasbullah

*
    
Indonesia itu memiliki banyak sekali pahlawan lho, tak cuma yang bergelar pahlawan, yang lebih banyak itu pahlawan tak dikenal. Lho kok tak dikenal? Lha iya, pahlawan itu kan yang ikhlas berjuang demi masyarakat, bangsa dan negara. Disebut pahlawan kan oleh orang lain. Pahlawan itu hatinya mbak malaikat saja. Pahlawan tak dikenal itu diantaranya kawan saya ini. Sebut saja namanya Kang Ahmad, tentu bukan nama aslinya. Sesuai sebutan kita, Ahmad itu artinya “terpuji.” 

     Kang Ahmad tinggal di Bandung, ia orang biasa. Pekerjaannya serabutan tapi dia memiliki hati yang mulia dan elmu kehidupannya mumpuni. Elmunya didapatkan dari pengalaman hidupnya yang banyak. Orang belajar di sekolah formal, Kang Ahmad belajar di sekolah kehidupan. Hatinya makin lama makin peka. Ia lulusan universitas kehidupan. Universitas ini banyak menghasilkan lulusannya jauh lebih matang kemanusiaannya ketimbang universitas formal yang mahal itu. Diantaranya seperti Kang Ahmad yang akan saya ceritakan ini.
     Suatu hari Kang Ahmad ngopi di sebuah warung. “Bismillahirrahmanirrahim …” lirihnya sebelum menyedot kopi panas oleh mulutnya. “Alhamdulillaah …” setelahnya. Ia merasakan kopinya nikmat. “Duuh … Akang, seneng sekali mendengarnya, tak lepas dari nama Gusti Allah,” kata Mayang, penunggu warung itu. Agak gemuk tapi parasnya cantik dan kulitnya putih mulus. Ramah pada setiap pengunjung. Banyak orang sering ngopi disitu karena Mayangnya itu.
“Yaa … kan segala nikmat yang kita rasakan kan pemberian Gusti Allah! Ya kita harus banyak menyebut namanya dong …”
“Iya ya …”
“Semakin sering nyebut Gusti Allah, saya semakin tenang.”

     Ahmad tak hafal dalil-dalil agama, tapi bila ngomong soal benar salah dalam kehidupan ia akan panjang lebar penuh semangat 45, renungannya dalam dan mulutnya susah berhenti. Mayang seneng kalau Kang Ahmad datang ke warungnya, beda dengan yang lain, ngomongnya agama terus. Bukan dalil, tapi agama sebagai sikap dan kesadaran sehari-hari.
“Kang sekalian ya saya mau tanya ya. Boleh kan?”
Ada apa …?”
“Suami saya sekarang sedang membenci saya. Saya stres kalau pulang, harus gimana. Sebabnya, karena ketahuan ada sms ke saya: ‘Mamah lagi apa, gimana warungnya sudah tutup belum jam segini?’ Sms itu kebaca sama suami saya. Dia cemburu dan marah berat sampai sekarang. Suami saya jarang dirumah dan sudah tiga hari gak nanya. Saya gak mau keluarga jadi berantakan.”

     Dari cara komunikasi, cara berbicara dan caranya memperlakukan pengunjung, Kang Ahmad tahu Mayang adalah seorang istri yang baik. Ia jualan kopi membantu suaminya yang penghasilannya pas-pasan. Ia pun pandai menjaga diri. Warungnya, lumayan menambah biaya anaknya di sekolah perawat. Melihat perempuan baik itu bekerja keras untuk membantu suaminya, hati Kang Ahmad merasa kasihan dan hatinya mengatakan keluarga ini harus diselamatkan. Ia meminta Mayang menceritakan urutan kejadiannya. Intinya, Mayang ngaku khilaf ngasih nomor hape pada salah seorang pengunjungnya padahal gak bermaksud macam-macam. Biasa lah, melihat paras aduhai, laki-laki selalu saja mencari celah memanfaatkan kesempatan.
      Kang Ahmad memutar otak, gimana cara menolongnya. Membantu kesulitan orang, ia sudah biasa. Bisa dibilang, itu sudah pekerjaannya sehari-hari.
“Gini saja,” tukasnya, ”gimana kalau suamimu itu kita temui?”
“Mau apa Kang …?”
“Ya kita selesaikan. Saya akan berpura-pura jadi orang yang meng-sms itu.”
“Waah … gawat, nanti ribut kang, terus mau apa?”
“Gaak .. dijamin. Saya akan membantumu, ini harus diselesaikan. Saya akan berterus terang telah khilaf, minta maaf dan menjelaskan bahwa kita belum pernah berbuat apa-apa.”
Perempuan itu ketakutan, ia membayangkan reaksi suaminya.
“Dijamin, tidak akan ada keributan,” tegas Kang Ahmad sekali lagi. Setelah diyakinkan, perempuan itu mau. Esoknya, berangkatlah mereka ke rumah mertuanya. Mayang masih tinggal di kawasan Komplek Mertua Indah.

     Begitu sampai di pagar dan mengucapkan salam: “Eeemh …. pantaaas … begitulah rupanya kelakuan perempuan yang tak tahu diuntung. Baru juga usaha warung kopi, kelakuannya sudah liar. Sakiiit … hati ibu mendengar cerita tentang kamu. Mau apa kesini?” Hardik Ibu mertuanya. Mertua laki-lakinya keluar dan memuncratkan amarah yang sama.
     Mayang tersentak dan bingung. “Biarkan …. biarkan saja, gak usah terpancing, tenangkan ..!” Bisik Kang Ahmad.
“Assalamu’alaikum Buu ….” Kata Kang Ahmad.
“Mau apa kesini laki-laki hidung belang? Berapa perempuan sudah kamu sikat hah? Dia itu sudah punya suami, tahuu ..??”
“Saya kesini mau bersilaturahmi, terutama ke putra ibu, suaminya Mayang.”
“Mau apa, mau ngerebut?? Dasar laki-laki rusak. Langsung saja bilang pada suaminya!”
Suaminya sedang diluar rumah, Mayang menelpon. Awalnya tak mau nerima, setelah istrinya merayu, ia mau datang. Tentu sambil hatinya masih bergolak 90 derajat selcius.
“Mau apa kesini? Ngapain pulang? Teruskan saja kelakuanmu itu!” Bentak laki-laki itu pada istrinya begitu turun dari motornya.
“Assalamu’alaikum Kang,” sapa Ahmad pada lelaki itu.
“Ooh … ini ya orangnya? Mau apa kamu?”
“Saya datang kesini berniat baik, ingin silaturahmi, bagaimana kalau kita ngobrol baik-baik. Dengan emosi masalah ini tidak akan selesai. Insya Allah nanti setelah Akang mendengar penjelasan saya, masalah ini akan selesai.” Lelaki itu agak luluh, mereka bertiga masuk ke ruang tamu. Ibu bapaknya di ruang tengah.

      “Kang, terus terang yang nge-sms itu saya.” Ahmad memulai pembicaraan. “Saya benar-benar mohon maaf telah khilaf. Istri Akang tidak salah, sayalah yang salah. Sekarang saya sudah di depan Akang, silahkan saya mau diapakan juga saya terima, silahkan, saya tidak akan melawan sedikitpun.”
“Ngapain kamu mengganggu …”
“Begini Kang, sebelum memarahi saya habis-habisan, tolong saya dulu yang berbicara. Tolong dengar dulu penjelasan saya biar Akang faham,” Ahmad berniat mau mendominasi pembicaraan.
      “Kang, mengapa saya meng-sms seperti itu? Sebenarnya wajar, karena di warung itu semua orang juga memanggilnya “Mamah.” Tanya saja pada istri Akang ini. Mengapa memanggil Mamah, karena sikap istri akang yang lembut, ramah dan keibuan pada semua orang. Mereka mengibukan. Saya pun memanggilnya sama. Apa salahnya? Mengapa saya meng-sms. Saya ini pelanggan warung Akang, saya kadang ingin ngopi kesitu malam-malam, karena tempat itu sering saya lalui dan tempatnya enak dan nyaman buat ngopi. Kalau saya nanya dulu ke istri akang, kan saya jadi tahu sudah tutup atau belum. Apa akang mau kehilangan pelanggan? Saya sering kesitu Kang, kadang-kadang bawa beberapa teman. Mengapa akang sensitif dan marah, karena istri akang cantik dan akang ketakutan direbut orang!! Iya kan??”
“Iya, tapi diakan sudah punya suami ..”
“Kang, bila Akang mengetahui istri salah menerima sms begitu,mengapa Akang sebagai suami diam saja? Harusnya, begitu mengetahui ada sms begitu, Akang langsung nelpon, pasti saya angkat karena saya tidak merasa bersalah. Kenapa akang tidak menelpon tapi hanya memarahi istri, karena akang penakut, pengecut. Sebagai laki-laki akan tidak berani padahal itu istri Akang. Disini akang juga salah. Jadi, jangan ingin menang sendiri.” Ahmad terus nyeroncos tak memberi kesempatan. Ia tahu apa yang harus dikatakannya untuk menyadarkan laki-laki itu.
“Kang, istri Akang itu istri yang baik. Saya justru salut. Sudah cantik, akhlaknya terjaga, mau bekerja keras membantu suami. Jualan kopi dan mie rebus sampai malam. Jaga itu oleh Akang, dukung dan bantu. Kasih modal oleh Akang, biar warungnya maju. Kemudian, kalau istri tak boleh akrab dengan orang lain, harusnya Akang yang jualan sebagai suami dan laki-laki, bukan malah nyuruh istri dan Akang enak-enakan main kesana kemari. Ini kesalahan Akang yang kedua. Mana tanggung jawab Akang sebagai laki-laki dan suami?? Saya sangat menyangkankan yang jualannya malah istri. Kasian kang, cape seharian, sudah malam masih di warung.”

      Ahmad tak memberi kesempatan. Ia sengaja mendominasi pembicaraan. Suami itu tampak membenarkan semua penjelasannya. Laki-laki yang dicurigai itu malah kini menyadarkannya dari kesalahan.
      “Kang, sayang kalau keluarga jadi pecah. Istri juga tidak mau pisah karena sayang, tapi Akang salah perlakuan. Seharusnya Akang bersyukur punya istri seperti ini, sudah cantik, berjuang keras membantu suami, membantu membayar sekolah anak Akang. Sayang Kang, anak sudah besar sekolah di perawat, perjuangan keluarga ini jangan dirusak oleh hal-hal sepele. Ingat anak, dia harus diselamatkan.”

     Pertemuan itu sekitar dua jam. Kang Ahmad menguasai pembicaraan. Karena semua ucapan tamu asing itu semuanya dirasakan benar, laki-laki itu akhirnya luluh, sadar. Setelah menyadari, “Bu, sekarang ibu minta maaf pada suami, ayo sekarang ucapkan didepannya.” Pinta Kang Ahmad, suamipun sama. Mereka berpelukan dan menangis haru saling meminta maaf di bawah kucuran rahmat dan berkah Ilahi pagi hari itu.
“Coba sekarang panggil Ibu dan Bapak,” pinta Ahmad. “Naah Bu, Paak, begitu ceritanya … sekarang sudah jelas permasalahannya.”
“Saya sudah mendengar semua penjelasan Adik tadi, Bapak dan Ibu juga minta maaf telah salah sangka. Ternyata Adik justru mau menyelamatkan keluarga anak saya.”
“Iya Pak, Bu, ini pelajaran. Kalau bisa, yang disuruh jualan itu putra Bapak bukan istrinya. Kan, mencari nafkah itu tanggung jawab suami, bukan istri. Atau bareng-barenglah, sering di warung berdua, jadi kelihatan suami istrinya, orang kan jadi tahu dan tak akan berani menggoda.”

       Setelah tuntas semua pembicaraan, mereka tampak rukun kembali. Ahmad pamitan diiringi senyum sumringah seluruh keluarga. Suami yang tadinya beringas, sekarang sangat hormat, tunduk dan berterima kasih tak henti-henti. “Berterima kasih pada Allah bukan pada saya. Saya mah hanya seorang musafir tukang ngopi hehe … Jadikan ini pelajaran ya, sayangi istri, banyak bersyukur, barengi di warung. Dan jangan lupa, nanti ganti nomor hp istri dengan yang baru ya.” Seluruh keluarga itu berterima kasih lagi dan Ahmad ngeluyur pergi. Sambil berjalan ia menertawakan dirinya. “Hahaha … kelakuanmu Mad …. Mad .. ada- ada saja. Berbakat juga main sinetron hehe ..!!”